Selasa, 05 Juli 2011

Kembali Ke Cara Memimpin Rasulullah



Kejadian yang terjadi di Tunisia, Mesir dan di Libya adalah pelajaran yang sangat berharga untuk kita. Berharga karena kita bisa mengambil hikmah dari pengalaman orang lain sehingga tidak akan terjadi pada diri kita. Hikmahnya tentu saja adalah perihal kepemimpinan dan menyikapi perubahan. Hikmahnya sangat bermanfaat bagi pemimpin dalam skala besar yaitu memimpin bangsa dan negara maupun skala kecil memimpin rumah tangga. Terlebih lagi bagi kita Bangsa Indonesia yang hidup di tengah-tengah keragaman. Indonesia bergama budaya, suku, agama harus diakui merupakan karunia yang begitu luar biasa. Sebaliknya, akan menjadi sumber konflik yang tidak berkesudahan apabila kurang bersyukur dan menyikapinya dengan sikap otoritarian seperti yang dilakukan oleh Mu’ammar Al-Qadzdafi (Qadafi). Konon, dengan membunuh rakyatnya hingga ribuan yang ditujukan untuk mempertahankan kekuasaannya. Apakah menyelesaikan masalah? Tidak, justru dengan cara tersebut kebencian kepada pemimpinnya makin menggung. Inilah akar masalahnya yaitu kekerasan, kebengisan, haus kekuasaan, kesombongan dan ketidak adilan. Siapa saja pemimpin yang menggunakan karakter atau cara-cara diatas, cepat atau lambat pasti akan segera hancur. Qadafi memang Islam dan seorang pemimpin di negara Islam. Sayang hanya Islam KTP. Tindak-tanduknya tidak mencerminkan sebagai pemimpin berkualitas Islam. Teladan kita, Rasulullah SAW menggunakan cara yang halus, menyentuh sanubari setiap orang. Dengan sifat-sifat fathanah (cerdas), amanah (dapat dipercaya), sidiq (benar perkataan dan perbuatan) dan tabligh (menyampaikan), Rasulullah menjelma menjadi sosok yang kemuliannya tidak akan pernah padam. Beliau tidak memiliki singgasana memakai mahkuta berlian, berkendaraan mewah dan rumah bak istana. Tapi kemuliaannya terus mengalir hingga kini. Di Indonesia, semua orang berebut menjadi pemimpin baik di eksekutif, legislative dan yudikatif. Memimpin secara duniawi memang enak, segala fasilitas kekuasaan ditambah dengan fasilitas mengodanya. Sadarkah mereka akan diminta pertanggungjawabkan seluruh perbuatannya. Mungkin dengan hukum dunia bisa lolos karena yang lurus jadi bengkok dan bengkok jadi lurus. Tapi di akhirat nanti, keadilan sesungguhnya. Kalau Anda beriman seharusnya takut dengan pucak keadilan ini. Disana akan hidup panjang dan lama. Ingat dulu kita tidak ada sekarang ada dan kembali tidak aka nada. Apabila amanah pemimpin ada di tangan Anda sekarang ini. Segeralah kembali kepada pemimpin yang dicontohkan Rasulullah. Insya Allah, dengan kepemimpinan dengan cara-cara Rasulullah, kemuliaan akan lengket walaupun Anda sudah tidak ada. (BA)

AYO RUKUN



“Garuda di dada ku Garuda kebangsaan Ku, Ku yakin, hari ini pasti menang”

Sebuah potongan lagu yang menghentak semangat kebangsaan berulang-ulang dinyanyikan oleh seluruh penonton laga Final Piala Asean Football Federation (AFF). Kala itu di final Indonesia melawan Malaysia. Gegap gembita penonton diungkapkan lewat kostum, nyanyian dan emosi akan rasa cinta terhadap negeri, Bangsa Indonesia. Tidak hanya di Gelora Senayan, Jakarta, tapi di rumah, di kantor, di hotel bahkan di gang-gang sempit semua menggelorakan semangat Indonesia. Sunda, Jawa, Batak, Padang, warga keturunan tumpah-ruah menjadi kekuatan satu, bangsa dan negara Indonesia. Mereka tidak mengenal batas agama, batas suku, batas partai, batas daerah, batas kota, batas geng, batas kubu, yang ada hanya satu Indonesia. Wah! bangganya menjadi Bangsa Indonesia. Andai saja kekuatan kecintaan ini dipakai untuk membangun bangsa, dimana kepentingan bangsa diatas kepentingan lainnya. Kemungkinan besar Indonesia akan selevel dengan negara-negara yang sudah sejahtera. Sayang seribu kali sayang, peristiwa tersebut sangat berbanding terbalik dengan kejadian penyerbuan warga Ahmadiah di Tanggerang serta pembakaran gereja di Temanggung, Jawa Tengah. Kerusuhan berbasis sentimen agama tentu membuat kita miris. Padahal hidup di Indonesia, kita harus menerima dengan ke-heterogenan yang sudah menjadi sunnatullah. Dalam ajaran Islam, kita harus menerima perbedaan tapi tetap teguh memegang prinsip, seperti Firman Allah QS-Al-Kafirun yang berjumlah enam ayat. Prinsip pertama, Inna dinna indallohil Islam yang berarti Islam adalah agama yang terbaik. Oleh karena itu, kita memeluk agama Islam. Namun itu kata orang Muslim, bagi yang beragama lain tentu agama mereka lah yang paling baik. Ini kita harus menerima dan tidak perlu diperdebatkan titik. Jadi my religion is the best and your religion is okay. Prinsip kedua, tidak menyembah apa yang mereka sembah. Setiap agama tentu memiliki apa yang disembah serta cara menyembahnya. Ini pasti akan berbeda-beda, Ini juga tidak perlu diperdebatkan, silahkan mereka menyembah dengan apa dan cara mereka sembah. Begitu juga, kita tidak perlu memaksakan mereka untuk menyembah dengan cara-cara seperti kita. Prinsip ketiga, Untuk mulah agamamu dan untukkulah agamaku. Prinsip ketiga ini lah menjadi kunci kerukunan beragama. Kia tidak perlu menyebarkan agama kepada orang yang sudah beragama. Menyebarkan agama kepada orang yang sudah beragama baik terang-terangan maupun secara halus atau sembunyi-sembunyi akan menjadi ruang bagi terjadinya gesekan ketidak-rukunan beragama. Untuk itu marilah senantiasa kita menghormati intra dan antar umat beragama. Jadikan perbedaan menjadi kekuatan bukan kelemahan. Bukankah dasar negara kita adalah Pancasila serta motto atau semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika? Kalau ngaku bangsa Indonesia, kalau ngaku orang Islam, mari kita bertoleransi agar hidup rukun, damai dan sejahtera. (BA)

DIDISAIN UNTUK IBADAH







“Tsunami finansial yang berasal dari negeri Paman Sam akibat sub prime mortgage telah berlalu. Tsunami dahsyat akibat gempat bumi tektonik di negeri Sakura, Jepang yang terjadi bulan lalu, kini berangsur-angsur juga berlalu. Kedua tsunami ini memiliki kesamaan. Keduanya sama-sama memberi penderitaan kepada korban, baik langsung maupun tidak langsung. Keduanya juga sama-sama memberi domino effet yaitu memberi penyebaran krisis ke berbagai negara. Tentu jelas bedanya adalah yang satu bencana alam yang kedua bencana keuangan. Namun, perbedaan utama adalah cara sikap kedua bangsa menyikapi bencana. Konon di Amerika dikabarkan kurang struggle dalam menghadapi musibah, hal itu ditandai dengan terjadinya bentuk penjarahan dan ketidaksabaran dalam menghadapi musibah. Sebaliknya, di Jepang, banyak media yang mengangkat pujian karena sikapnya yang tetap humanis dan menghormati orang lain. Koran sekaliber Kompas saja memberi pujian tentang hebatnya karakter hingga tiga hari berturut-turut. Titik fokusnya ada pada karakter bangsa. Konon pula karena kekuatan karakter, walaupun miskin sumber daya alam, bangsa Jepang disebut sebagai bangsa yang maju, sejahtera dan disegani bangsa lain di dunia. Bangsa Jepang memiliki budaya kerja 5 S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke). Seiri : Ringkas, berarti mengatur segala sesuatu, memilah sesuatu dengan aturan atau prinsip tertentu. Seiton : Rapi, berarti menyimpan barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar sehingga dapat dipergunakan dalam keadaan mendadak. Seiso : Resik, berarti membersihkan barang – barang dari kotoran atau tempat kerja dari barang – barang yang tidak diperlukan. Seiketsu : Rawat berarti memelihara barang – barang atau tempat kerja agar teratur, rapi dan bersih, termasuk pada aspek personal dan kaitannya dengan polusi /limbah pabrik. Dan Shitsuke : Rajin, berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar sebagai suatu kebiasaan. Building character bukan sekdar by accident namun bisa diciptakan atau by design. Cuci otak yang sekarang ramai dibicarakan orang untuk mengubah karakter seseorang merupakan bukti bahwa karakter bisa dibentuk dan dipupuk sesuai tujuan. Untuk itu, silahkan Anda bertanya kepada diri sendiri, untuk apa Anda hidup di dunia ini ? Jawabannya ada QS Adz Dzariyat 56. Kalau sudah, sesuaikah dengan aktivitas keseharian? (BA)

Cuci Otak, No Way! Iman Is The Solution



“Cuci otak” adalah sebuah kata yang saat ini menjadi topik yang ramai dibicarakan orang, semenjak kerap terjadinya “bom pengantin” alias bunuh diri dengan menggunakan bom. Apapun alasannya, meledekan bom di tengah orang yang tak berdosa dan dalam suasana damai adalah laknatullah dan wajib kita kutuk bersama. Walaupun pelakunya memakai atribut Islam, tapi penulis yakin, perilaku tersebut bukan Islam. Islam adalah ajaran rahmatan lil a’lamin atau ajaran yang senantiasa menabur kebaikan bagi semua mahluk. Yang jadi pertanyaan adalah mengapa si pelaku bom pengantin, kok rela untuk bunuh diri hingga merenggut nyawa orang? Menurut para ahli, hal itu karena telah tertanamnya nilai-nilai, dogma, prinsip dan faham-faham pada seseorang melalui proses internalisasi atau yang dinamakan cuci otak. Cuci mengandung arti bahwa orang tersebut akan diputihkan terlebih dahulu atau dihapus segala tata nilai yang ada, kemudian baru dimasukan tata nilai terbaru sesuai tujuan pemberi perintah. Andai saja cuci otak ini dengan tata nilai kebaikan, semangat menebar rahmat dan keridhaan Allah SWT, alangkah indahnya dunia ini. Andai saja semua insan Indonesia dicuci otak dengan semangat kebaikan, wah tak akan terbayang betapa majunya bangsa ini. Sayang seribu sayang, cuci otak yang terjadi saat ini ke arah keburukan sehingga dikenal bom penganten. Saat ini, banyak orang tua hawatir anaknya akan terbius pada organisasi yang salah sehingga memiliki tata nilai yang tidak islami. Organisasi tersebut memang memburu segmen anak muda yang masih labil agar mudah dipengaruhi. Penulis menilai saat ini terjadi persaingan tersembunyi dalam penerapan tata nilai pada anak muda. Rasulullah SAW telah mengajarkan tentang pentingnya memelihara iman. Iman akan terus berubah, meningkat dan menurun seiring dengan hubungan manusia yang mengglobal dengan perbentuan budaya dan karakter. Belum lagi, adanya kelompok yang menginginkan Indonesia hancur. Untuk itu, bentengi diri anda dengan iman dan peliharalah. Untuk itu cara yang dilakukan agar dapat terhindar dari tata nilai buruk sebagai beriku. Pertama, Ilmu; senantiasa menambah pengetahuan dan keyakinan. " Berilah kami ilmu tentang keimanan, berilah kami ilmu tentang Al-quran, maka iman kami pasti akan bertambah ." (Syarah Qosidah Ibnu Qoyyim, jilid I halaman 141). Kedua, Perbanyak Amal Saleh. Maksudnya adalah memperdalam ketaatan sehingga menambah keyakinan dan memperkokoh keimanan, serta memperkecil amal-amal yang jelek dan menghindari dari hal-hal yang dapat melemahkan iman. Ketiga, Berzikir. Maksudnya adalah mengingat Allah beserta sifat-sifatNya, apa-apa yang menyangkut keagungan-Nya dan kebesaran-Nya, membaca kalam-Nya serta ayat-ayatNya. Umar Ibnu Khattab senantiasa tak henti-hentinya mengingatkan kepada para sahabat untuk senantiasa berzikir kepada Allah SWT untuk menambah kualitas imannya. Keempat, Berpikir. Banyak ayat yang menyuruh kita untuk berpikir. Maksudnya senantiasa berpikir pada ciptaan Allah. Insya allah, apabila dijalankan nikmati ranumnya buah keimanan. (BA)

Wah Ideal Banget ! Jika Jalankan Amar Ma'ruf Nahi Munkar



Nama dengan pangglian Din di belakang makin popular. Bukan karena Salaudin yang menyanyikan lagu berjudul Udin Sedunia, namun yang paling menghebohkan kasus Nazaruddin yang ngacir ke negeri kepala Singa serta Syafarudin, seorang Hakim yang diringkus KPK. Sebelumnya juga heboh dengan nama Nurdin M Top. Bagi keluarga besar RNI juga tak kurang menggemparkan kasus rekan sekerja Nasrudin. “udin yang pertama, namanya Awaludin”“Udin yang suka di kamar, namanya Kamarudin”“Udin yang hidup di jalanan, namanya Jalaludin”“Udin penggembala, namanya Sapiudin”“Udin Udin, namamu norak tapi terkenal”“Udin Udin, walaupun norak banyak yang sukahahahaha..”
Tulisan ini bukan berarti mau mengolok-olok nama Udin, namun rasa prihatin atas kejadian bangsa yang kebetulan nama belakangnya udin. Siapapun namanya tidak penting, yang penting adalah perilaku. Rasullullah SAW menegaskan yang menjadi pembeda kualitas manusia bukan pada tahta, harta dan kekuasaannya, namun dari kualitas manfaat dan takwanya. Kegaduhan yang terjadi pada bangsa ini bukan dari bom yang membinasakan manusia tapi dari korupsi yang meludeskan bangsa. Karena korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), walaupun ada sedikit kemajuan, Indonesia jauh tertinggal dari negeri tetangga. Bahkan, Vietnam yang dulu kesejahteraannya jauh dari kita, sekarang telah menyamai. Jadi, apa yang harus kita perbuat? Menonton saja atau berbuat sesuatu walau hanya sebutir pasir di pantai? Itu pilihan Anda. Namun yang terbaik adalah alternative kedua. Lalu caranya seperti apa? Coba simak dalil sebagai berikut :
Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [Luqman 17]
Jika kita tidak mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah akan menyiksa kita dengan pemimpin yang zhalim dan menindas kita dan tidak mengabulkan segala doa kita:
Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo’a dan tidak dikabulkan (do’a mereka). (HR. Abu Zar)
Amar Ma'ruf Nahi Munkar dilakukan sesuai kemampuan. Yaitu dengan tangan/kekuasaan jika dia adalah penguasa/punya jabatan. Dengan lisan/tulisan jika dia adalah jurnalis atau intelektual. Atau minimal membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada. Ini adalah selemah-lemah iman (Hadits).
Inilah sikap kita idealnya. (BA)