Selasa, 20 Oktober 2009

Kembali Ke AlQur'an dan Hadits


Rekan-rekan, apabila kita perhatikan akhir-akhir ini berbagai masalah social menyeruak dan menjadi dinamika kehidupan bangsa kita. Salah satunya adalah fenomena dukun cilik dari Jombang. Dari tayangan televisi, kita bisa lihat antrinya ribuan orang untuk melakukan pengobatan melalui media sebuah batu yang diyakini mujarab untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahkan, sebagian orang yang mengantri rela meminum air comberan yang berasal dari kamar mandi dukun cilik ini. Fenaomena lainnya, kita melihat kebrutalan geng-reng remaja yang tidak hanya didominasi remaja laki-laki namun remaja wanita. Kekerasan, narkoba, minuman keras, perjinahan mewarnai kehidupan bangsa ini. Dan, banyak lagi masalah-masalah sosial yang menurut pandangan pernulis sangat aneh bin ajaib. Siapa yang berhak meluruskan kesemrawutan masalah ini? Pemerintah kah? Polisi? Pemerintah dan polisi pun tidak mampu berbuat banyak karena ranah social begitu berkembang sangat cepat dibanding dengan hukum dan tata nilai itu sendiri. Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang merupakan buatan manusia bersifat fana. Berkembangnya tata nilai mau tidak mau, aturan-aturan tersebut harus dilakukan pembaharuan. Hanya ada satu aturan yang tidak pernah berubah dan sifatnya hakiki adalah peraturan yang datangnya dari Maha Penguasa dan Pemelihara Alam semesta Allah SWT. Allah SWT menurunkan Al-Quran sebagai lentera bagi kehidupan ini yang berlaku hingga akhir zaman. Namun, karena Al-Quran bersifat makro, maka penafsirannya bisa bermacam-macam. Allah SWT menrunkan suri tauladan manusia tentang Al-Quran berjalan yaitu Nabi Muhammad SAW. Tata nilai dan tata cara kehidupan Nabi dibukukan dengan hadits. Oleh karena itu, al-Quran dan Hadits memiliki aturan yang tinggi dalam aturan dan kehidpan Islam. Selanjutnya siapa yang mengawal Al-Quran dan Hadits ini tak lain adalah ulama. Karenannya, ulama memiliki kedudukan begitu terhormat dalam pandangan Islam. Keberadaan mereka dalam sebuah masyarakat dianggap sebagai “pagar moral” yang paling kokoh untuk menjamin tegaknya nilai-nilai kemanusiaan di dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. Ulama dinilai sebagai pemberi penerangan dan obor yang mengarahkan manusia menuju jalan yang dirihai oleh Allah SWT. Di dalam suasana dinamika sosial seperti sekarang ini, penulis mengajak untuk senantiasa kembali ke Al-Quran dan Hadits dan tak lupa menjadikan fatwa-fatwa ulama sebagai oasis dalam kegersangan. (BA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar